Beranda | Artikel
Tathoyyur, Beranggapan Sial Dengan Sesuatu
Senin, 29 Februari 2016

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, satu-satunya Rabb yang berhak untuk diibadahi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, beserta keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang selalu mengikuti mereka hingga hari akhir.

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala, di sebagian masyarakat kita masih tersebar beberapa mitos dan keyakinan bahwa hal-hal tertentu bisa mendatangkan kesialan atau menandakan akan datangnya suatu keburukan. Misalnya jika kejatuhan atau kedatangan hewan tertentu maka akan tertimpa kesialan, jika ada burung tertentu maka pertanda akan ada kematian, tanggal-tanggal tertentu tidak boleh melaksanakan hajatan dengan anggapan akan tertimpa musibah, bahkan dengan angka tertentu yang diyakini bahwa angka tersebut adalah angka sial yang tidak boleh digunakan, dan semisalnya. Di dalam agama kita, mitos atau kepercayaan seperti itu dinamakan tathoyyur, sedangkan dalam bahasa kita sering disebut dengan ‘pamali’, dan hal tersebut tidak dibolehkan.

Pengertian tathoyyur

Tathoyyur atau bisa disebut dengan thiyarah, secara bahasa diambil dari kata الطَّيْر (tho’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab dimasa dahulu, ketika mereka hendak bepergian, mereka mengambil seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, mereka merasa ini adalah hari keberuntungan, maka mereka melanjutkan niat mereka untuk bepergian. Namun jika burung tersebut terbang ke arah kiri maka mereka merasa sial dan akhirnya mengurungkan niat mereka dan tidak jadi bepergian. Sedangkan menurut istilah, pengertian tathoyyur adalah menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui, tanpa adanya dalil dan bukti ilmiah (lihat Al Qoulul mufid, Ibnu Utsaimin). Sehingga tathoyyur menurut istilah dalam agama islam tidak terbatas hanya pada burung, akan tetapi kepada semua hal yang dianggap bisa membawa sial bagi seseorang, padahal hal tersebut tidak ada hubungan dan kaitannya dengan kesialan (yaitu tidak terdapat dalil yang menetapkannya dan tidak terbukti secara ilmiah).

Hukum tathoyyur

Para ulama menjelaskan bahwa hukum tathoyyur atau thiyarah adalah dilarang dan bahkan termasuk kesyirikan yang bisa menghilangkan kesempurnaan tauhid seseorang. Sebagaimana hadits dari Abdullah bin mas’ud radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR. Abu daud dan Tirmidzi, shahih).

Orang yang percaya dengan tathoyyur hakikatnya ia telah melakukan suatu bentuk kesyirikan kepada Allah Ta’ala, karena dua sisi, yaitu:

[1] Orang yang melakukan tathoyyur tidak memiliki rasa tawakal kepada Allah Ta’ala dan akhirnya bersandar kepada selain-Nya.

[2] Dia bergantung kepada perkara yang tidak ada kenyataannya. Bahkan semuanya hanya dugaan dan khayalan. (lihat Al qoulul mufid, Ibnu Utsaimin)

Bahkan tathoyyur juga bisa sampai kepada derajat syirik besar yang dapat mengeluarkan seseorang dari islam. Yaitu apabila dia menyakini bahwa benda yang ia anggap membawa sial tadi memiliki pengaruh secara dzatnya (bendanya itu sendiri) dan meyakini kesialan tersebut terjadi tanpa adanya kehendak dari Allah Ta’ala. Karena dengan demikian berarti dia menjadikan tandingan bagi Allah Ta’ala dalam masalah penciptaan dan pengaturan (Kesyirikan dalam Tauhid Rububiyah).

Jenis jenis tathoyyur

Jenis dan contoh dari tathoyyur yang dilarang dalam agama islam sangat banyak dan beragam jumlahnya, diantara yang tersebar di masyarakat kita adalah:

[1] Merasa sial karena hewan tertentu, biasanya berupa datangnya burung hantu pertanda akan ada kematian, atau jika kejatuhan cicak maka akan tertimpa suatu musibah.

[2] Merasa sial dengan tanggal atau bulan tertentu, biasanya terkait adanya hajatan. Sebagian masyarakat kita masih berkeyakinan untuk tidak mengadakan hajatan (terutama pernikahan) di bulan suro (muharram). Demikian pula masih banyak yang meyakini bahwa tanggal pernikahan harus dihitung dengan kalender adat tertentu. Karena jika tidak tepat tanggalnya menurut hitungan, maka diyakini akan terjadi musibah.

[3] Merasa sial dengan angka tertentu, biasanya yang dianggap angka sial adalah angka 13 dan angka 666. Sehingga banyak kita lihat kamar-kamar hotel, kursi pesawat, atau lantai gedung bertingkat, yang menghilangkan nomor 13 nya atau diganti dengan nomor yang lain semisal 12B.

[4] Merasa sial dengan ramalan bintang dan zodiak, biasanya banyak menjangkiti para remaja, namun juga tak sedikit orang tua yang percaya dengan ramalan bintang. Padahal ini semua adalah kebohongan dan suatu hal yang sangat dibenci oleh Allah Ta’ala. Biasanya pada awalnya seseorang mungkin hanya iseng ingin membaca. Namun seiring berjalannya waktu, setan semakin menjerumuskan orang tersebut, dan akhirnya ramalan-ramalan yang berupa keburukan membuat dirinya merasa was-was dan takut.

[5] Merasa sial dengan letak atau posisi tempat tinggal, yaitu seseorang harus memiliki atau membangun rumah dengan arah dan letak tertentu kemudian dihubung-hubungkan dengan keberuntungan atau kesialan. Bisa juga dengan memiliki keyakinan bahwa dalam pernikahan posisi rumah antara kedua calon mempelai dilarang untuk sejajar atau menghadap dengan tempat tertentu.

Semua contoh di atas beserta banyak contoh lain yang sejenis, merupakan hal yang dilarang dalam agama islam, sebagaiamana sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya, tidak ada keyakinan sial karena sebab tertentu, tidak ada keyakinan tentang burung hantu, dan tidak ada kesialan bulan shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim dengan tambahan, “Tidak ada ramalan bintang dan tidak ada kesialan pada hantu” . Dan juga firman Allah Ta’ala (yang artinya) “Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui hal ghaib, kecuali Allah” (QS. An-Naml:65).

Dampak dari tathoyyur

Tathoyyur memiliki banyak dampak atau akibat buruk pada diri seseorang, baik itu dampak di dunia maupun di akhirat,

[1] Dampak di dunia, mengenai dampak di dunia maka Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan: “Orang yang bertathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan (untuk berbuat kebaikan).” (Miftaah Daaris Sa’aadah, Ibnul qayyim)

[2] Dampak di akhirat, sedangkan dampak di akhirat lebih berbahaya lagi. Yaitu tidak diampuni oleh Allah Ta’ala, bagi orang yang tidak bertaubat hingga akhir hayatnya dari keyakinan tathoyyur yang merupakan suatu kesyirikan. Sebagaimana firmanNya (yang artinya), Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48).

Solusi dari tathoyyur

Tawakkal, Terkadang tathoyyur bisa terlintas didalam hati. Solusinya adalah dengan bertawakkal kepada Allah Ta’ala dan tidak menjadikan tathoyyur sebagai penghalang aktifitas kita. Sebagaimana dalam hadits dari Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Tathoyyur adalah syirik, tathoyyur adalah syirik, tiada di antara kita kecuali pernah terlintas dalam hatinya, tetapi Allah menghilangkan perasaan itu dengan bertawakkal kepada Allah” (HR. Abu daud dan tirmidzi, shahih)

Berdoa, yaitu dengan do’a Allahumma la thayra illa thayruka, wa la khayra illa khayruka, wa la ilaha ghayruka, artinya “Ya Allah, tiada kesialan melainkan atas izin-Mu, tiada kebaikan melainkan kebaikan dari-Mu, dan tiada sesembahan yang berhak di sembah selain Engkau.’” (HR. Abu daud, shahih)

Merasa sial yang diperbolehkan

Dari penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa merasa sial merupakan hal yang dilarang dalam agama islam. Namun ada tiga hal yang dikecualikan, artinya boleh merasa sial dengan ketiga hal tersebut. Tiga hal tersebut adalah merasa sial dengan rumah, kendaraan, dan wanita. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits dari Sahl bin Sa’ad,  bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Seandainya kesialan itu ada, maka (bisa terjadi) pada wanita, kuda(kendaraan), dan tempat tinggal.” (HR. Bukhari dan muslim)

Akan tetapi bolehnya merasa sial tersebut memiliki beberapa syarat, yaitu:

1. Mengetahui bahwa kesialan tersebut bukan terjadi pada dzat nya, akan tetapi terjadi karena dampak-dampak yang Allah Ta’ala takdirkan berupa kebaikan atau keburukan. Contohnya tanda kesialan pada rumah yaitu sempitnya, tetangga yang buruk, sering kena musibah (pencurian dan sejenisnya), jauhnya dari masjid sehingga tak mendengar adzan, dan sebagainya. Tanda kesialan istri yaitu dengan jelek akhlaknya, buruk agamanya, dan sebagainya. Adapun tanda kesialan pada kuda (kendaraan) adalah sulit ditumpangi, lambat jalannya, mudah rusak, dan sebagainya.

2. Kesialan ini muncul karena adanya sifat yang tercela yang jelas berpengaruh. Berbeda dengan kesialan terlarang yang biasanya muncul karena sebab yang tidak jelas seperti membatalkan rencana bepergian hanya gara-gara melihat seekor burung.

3. Kesialan ini tidak muncul kecuali setelah terjadinya kemadhorotan yang berulang-ulang. Seandainya seorang merasa terkena madhorot dari sesuatu, maka boleh baginya untuk meninggalkannya.  Namun dengan tetap berkeyakinan bahwa hanya Allah Ta’ala saja yang menciptakan dan mengatur kebaikan dan keburukan tersebut.

Penutup

Demikianlah penjelasan tentang tathoyyur, jenis-jenisnya, maupun solusinya, semoga Allah Ta’ala memberikan kita hidayah dan taufikNya untuk selalu bertauhid kepadaNya serta menjauhkan kita dari segala jenis kesyirikan. Nas’alullah as-Salamah wal ‘Afiyah.

Penulis : Nizamul Adli Wibisono, ST (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Murojaah : Ust Afifi Abdul Wadud, BIS


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/tathoyyur-beranggapan-sial-dengan-sesuatu/